Jumat, 26 November 2010

Wisata Kota Tua Jakarta (resensi buku)



Judul : Wisata Kota Tua Jakarta
Peresensi: Truly Rudiono
Pengarang: Edi Dimyati
Disain & tata Letak : Darma Ashmadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Seperti juga kakak-nya, buku ini dilahirkan karena rasa penasaran Edi. Saat berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta, ia menerima sebuat leaflet yang berisi peta Kawasan Kota Tua berikut titik-titik wisata sejarahnya. Dasar gemblung, tak butuh waktu lama untuk memulai  hari-hari panjang sekedar memenuhi rasa penasarannya.

Secara garis  besar, Jakarta  (masih) memiliki empat kawasan lingkungan cagar budaya; Situ Babakan, Menteng, Kebayoran Baru serta Kota Tua Jakarta. Masalahnya berapa orang yang pernah mendatanginya? Atau bahkan pernah menyambangi, minimal melewati namun tidak tahu tempat apa itu. Mungkin dengan adanya buku ini orang mulai memperhatikan  sekeliling dan belajar mencintai kota tempat tinggalnya.

Buku ini memuat 31 titik yang layak di kunjungi di Kota Tua Jakarta. Beberapa dalam wujud bangunan yang bisa dikunjungi seperti museum, perkampungan dan gedung tua.  Beberapa lagi merupakan sarana umum seperti  tempat ibadah, rumah abu dan jembatan. Kondisinya juga beragam. Ada yang terawat rapi, ada yang masih dipergunakan, namun ada juga yang hanya selayaknya monumen sejarah belaka.

Gedung Candra Naya  yang beralamat di Jalan Gajah Mada no. 188  misalnya. Sekarang bagunan itu  tinggal berjumlah  dua bangun dan dikerangkeng. Tak banyak yang tahu dalam bangunan ini dulu para pelaku bulutangkis kita seperti Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville berlatih di sana.

Kampung Pecinan yang  identik dengan Petak Sembilan dan Glodok mulai menggelitik rasa keingintahuan saya. Saya jadi ingat  betapa dulu susahnya mencari buku cerita dalam Bahasa Mandarin guna memperlanjcar kursus saya, hanya di sana bisa ditemui buku-buku tersebut dengan mudah dan sangat terjangkau. Sejak abad ke-18, geliat Glodok sebagai pusat perniagaan sudah mulai terasa dan merambah ke segala sisi. Di sana kita juga bisa menemukan  aneka obat trasional, pengobatan ala China hingga cemilan. Sungguh menggoda….!

Buat para penggila buku, Edi menyarankan untuk mampir ke Museum Seni Rupa & Keramik serta Museum Wayang. Bahan bacaan  sudah pasti sangat sesuai dengan spesifikasi museum. Tapi jangan khawatir, Edi menyarankan kita kesana bukan untuk memaksa kita membaca koleksi mereka, namun untuk merasakan sensasi membaca di tengah suasana yang nyaman dan  menyenangkan. Mulai  memikirkan beberapa nama yang bisa ditarik paksa untuk menemani ke sana ^_^

Atau jika merupakan penggemar perpustakaan, jangan ragu mampir ke Library @Batavia yang bermarkas di Lantai 1 Museum Bank Mandiri. Ada sekitar 6.000 bacaan di ruangan seluas 15 X 28 m2.

Penggemar wisata kuliner juga bisa menikmati Kota Tua Jakarta. Di beberapa bagian kota menyajikan aneka masakan khas yang bisa dinikmati disertai bumbu pemandangan dan suasana nyaman. Kota Tua Jakarta menjanjikan banyak sensasi petualangan, tinggal bagaimana kita menyiasatinya menjadi menarik dan menantang!

Akhirnya jalan-jalan dengan menyambangi  toko cindera mata di  souvenir  Shop Museum Bank Mandiri serta Museum Sejarah  Jakarta. Silahkan pilih mana yang anda suka. Jangan lupa membawakan sepotongan kenangan dari pertualangan anda dalam wujud oleh-oleh untuk kerabat  rumah.

Entah disengaja atau hal lain, saya sempat menyayangkan tidak adanya informasi standart di beberapa bagian. Misalnya nomor telepon Stasiun Jakarta Kota, walau alamatnya tertera disana.  Lalu  Museum Wayang yang memuat informasi mengenai jam buka dan harga tiket justru tidak mencantumkan nomor telepon  dan semacamnya. Memang bisa saja dicari melalui penerangan, tapi  belum tentu nomor yang disana adalah yang terbaru. Tentunya hal kecil ini bisa  menjadi sebuah kendalal jika ada pengunjung yang akan datang secara rombongan dan perlu melakukan beberaap persiapan terlebih dahulu.

Puas membaca buku ini, mulai tergelitik rasa penasaran untuk kesana? Jangan khawatir, di halaman belakang sudah tersedia aneka informasi mengenai bagaimana cara menuju Kota Tua Jakarta. Tinggal pilih mana yang sesuai dengan diri kita. Yang pasti, jangan malu-mau untuk bertanya jika ragu akan arah yang ditempuh.

Secara keseluruhan buku ini membuka mata saya akan sisi lain Jakarta yang belum sempat saya sambangi. Membacanya buku ini tidak butuh lama sejak mendarat di rumah saya, namun saya tidak mau buru-buru menuntaskannya. Karena saya tidak mau segera kehabisan sensasi menyusuri sisi lain Jakarta.

sumber

0 komentar:

Posting Komentar